Minggu, 30 November 2014

Tugas 10 Softskill Etika Profesi Akuntansi (Papper)



NUR HIKMAH
25211309
4EB19
            

Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit

NUR HIKMAH

Abstrak

Akuntan publik memiliki kewajiban menjaga kualitas audit yang dihasilkannya, kualitas audit ditentukan dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Auditor membutuhkan keduanya kompetensi dan independensi untuk meningkatkan relevansi laporan keuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi dan independensi pada kualitas audit. Subyek penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta Pusat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit dan independensi tidak berpengaruh pada kualitas audit secara parsial. Namun, kompetensi dan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit secara bersamaan.

Kata Kunci : Kompetensi, Independensi, dan Kualitas Audit


PENDAHULUAN

Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi keuangan yang bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, ada dua karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan yakni relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua karakteristik tersebut sangatlah sulit untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor independen untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut memang relevan dan dapat diandalkan serta dapat meningkatkan kepercayaan semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Singgih dan Bawono, 2010). Auditor independen juga sering disebut sebagai akuntan publik.
Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka dalam melaksanakan tugas auditnya, auditor harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan (Elfarini, 2007).
Namun selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya (Elfarini, 2007).
Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen (agen) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan (Elfarini, 2007).
Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik. Seperti kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Sehingga berdasarkan investigasi tersebut BAPEPAM menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River tahun 2003 (Elfarini, 2007).          
Sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Hal ini disebabkan tidak adanya pemahaman umum mengenai faktor penyusunan kualitas audit dan sering terjadi konflik peran antara berbagai pengguna laporan audit. Pengukuran kualitas audit membutuhkan kombinasi antara ukuran hasil dan proses. Pengukuran hasil lebih banyak digunakan karena pengukuran proses tidak dapat diobservasi secara langsung sedangkan pengukuran hasil biasanya menggunakan ukuran besarnya Kantor Akuntan Publik (Yulianti, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merencanakan mengadakan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas
Audit”.

KERANGKA TEORITIS
Kompetensi
Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional care).
Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu (Arens dkk., 2008:5). Lee dan Stone (1995) dalam Elfarini (2007), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif.
Adapun kompetensi menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2002) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual, audit tim dan Kantor Akuntan Publik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih mendetail berikut ini :
a.  Kompetensi Auditor Individual
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu diperlukan juga pengalaman dalam melakukan audit. Seperti yang dikemukakan oleh Libby dan Frederick (1990) bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik.
b.   Kompetensi Audit Tim
Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor yunior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit (Wooten, 2003). Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesionalime, persistensi, skeptisisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan klien, dan pengalaman industri yang baik akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi. Selain itu, adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit.

c.   Kompetensi dari Sudut Pandang KAP
Besaran KAP menurut Deis & Giroux (1992) diukur dari jumlah klien dan prosentase dari audit fee dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada KAP yang lain. Berbagai penelitian (misal De Angelo 1981, Davidson dan Neu 1993, Dye 1993, Becker et.al. 1998, Lennox 1999) menemukan hubungan positif antara besaran KAP dan kualitas audit. KAP yang besar menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi karena ada insentif untuk menjaga reputasi dipasar. Selain itu, KAP yang besar sudah mempunyai jaringan klien yang luas dan banyak sehingga mereka tidak tergantung atau tidak takut kehilangan klien (De Angelo,1981). Selain itu KAP yang besar biasanya mempunyai sumber daya yang lebih banyak dan lebih baik untuk melatih auditor mereka, membiayai auditor ke berbagai pendidikan profesi berkelanjutan, dan melakukan pengujian audit daripada KAP kecil.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kompetensi dapat dilihat melalui berbagai sudut pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan kompetensi dari sudut auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang melakukan audit secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga diperlukan kompetensi yang baik untuk menghasilkan audit yang berkualitas. Dan berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh De Angelo (1981), kompetensi diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman.
Pengetahuan                 
Widhi (2006) dalam Elfarini (2007) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Adapun SPAP 2001 tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup.
Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987 dalam Harhinto, 2004:35).
Pengalaman
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal:
1) Mendeteksi kesalahan
2) Memahami kesalahan secara akurat
3) Mencari penyebab kesalahan.
Murphy dan Wrigth (1984) dalam Sularso dan Naim (1999) memberikan bukti empiris bahwa seseorang yang berpengalaman dalam suatu bidang subtantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya. Weber dan Croker (1983) dalam artikel yang sama juga menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman seseorang, maka hasil pekerjaannya semakin akurat dan lebih banyak mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit.
Independensi
Independensi menurut Arens dkk. (2008:111) dapat diartikan mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independent in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini.
Independensi menurut Mulyadi (2002:26-27) dapat diartikan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Dalam kenyataannya auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2002:27) :
1.      Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut.
2.      Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya.
3.      Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien.
Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure)
Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi (Elfarini, 2007).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang bertentangan mengenai lamanya hubungan dengan klien. Penelitian yang dilakukan oleh Gosh dan Moon (2003) dalam Elfarini (2007) menghasilkan temuan bahwa kualitas audit meningkat dengan semakin lamanya audit tenure. Temuan ini menarik karena ternyata mendukung pendapat yang menyatakan bahwa pertimbangan audit antara auditor dengan klien berkurang. Terkait dengan lama waktu masa kerja, Deis dan Giroux (1992) dalam Elfarini (2007) menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan prosedur audit yang kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen.
Tekanan dari klien
Dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auditor sehingga laporan keuangan auditan yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan klien (Media akuntansi, 1997). Pada situasi ini, auditor mengalami dilema. Pada satu sisi, jika auditor mengikuti keinginan klien maka ia melanggar standar profesi. Tetapi jika auditor tidak mengikuti klien maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya.
Goldman dan Barlev (1974) dalam Harhinto ( 2004:34) berpendapat bahwa usaha untuk mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar standar profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah mengganti auditor KAP jika auditor tersebut tidak bersedia memenuhi keinginannya. Sementara auditor membutuhkan fee untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga akan lebih mudah dan murah bagi klien untuk mengganti auditornya dibandingkan bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee tambahan atau alternatif sumber fee lain.
Telaah dari rekan auditor (Peer Review)
Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut tranparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan Publik. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan (Elfarini, 2007).
Peer review adalah review oleh akuntan public (rekan) namun secara praktik di Indonesia Peer Review dilakukan oleh badan otoritas yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pada tahun-tahun terakhir, yang mereview bukan lagi BPKP namun Departemen Keuangan yang memberikan ijin praktek dan Badan Review Mutu dari profesi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Tujuan peer review adalah untuk menentukan dan melaporkan apakah KAP yang direview itu telah mengembangkan kebijakan dan prosedur yang memadai bagi kelima unsur pengendalian mutu, dan mengikuti kebijakan serta prosedur itu dalam praktik. Review diadakan setiap 3 tahun, dan biasanya dilakukan oleh KAP yang dipilih oleh kantor yang direview.
Jasa Non Audit
Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa penyusunan laporan keuangan (Kusharyanti, 2002:29). Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas audit (Elfarini, 2007).
Pemberian jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keungan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. Kemudian auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas audit dari auditor tersebut (Elfarini, 2007).
Kualitas Audit
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002:47) dalam Elfarini (2007) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu :
1. Tanggung jawab profesi     
Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.   Kepentingan publik           
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.   Integritas
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan intregitas setinggi mungkin.
4.   Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.   Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional.
6.   Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7.   Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8.   Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini adalah standar auditing.

METODE PENELITIAN
Menurut Arikunto (2000;29), obyek penelitian adalah variabel penelitian, yaitu sesuatu yang merupakan inti dari problematika penelitian. Sedangkan untuk benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan disebut subjek penelitian. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka yang menjadi obyek didalam penelitian ini adalah Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit. Untuk meneliti obyek tersebut diadakan penelitian terhadap auditor untuk dijadikan sampel penelitian.
Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah seluruh auditor KAP yang berada di wilayah Jakarta Pusat dengan asumsi setiap KAP memiliki kurang lebih 5 orang auditor. Kuesioner yang kembali adalah sebanyak 32 kuesioner. Daftar KAP yang berada di wilayah Jakarta Pusat.
Operasionalisasi Variabel
Variabel penelitian yang telah diuraikan dalam bahasan sub bab sebelumnya, selanjutnya dapat diuraikan variabel-variabel, sub-sub variabel, dimensi-dimensi variabel, dan indikator-indikator variabel yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan berdasarkan teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya, yang diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1      
Variabel, Sub Variabel, dan Dimensi Penelitian
Variabel
Sub Variabel




Indikator
Kompetensi
Pengetahuan
a. Pengetahuan prinsip akuntansi dan standar audit






b. Pengetahuan jenis industri klien


c. Pengetahuan kondisi perusahaan klien


d. Pendidikan formal yang sudah ditempuh


e. Pelatihan dan keahlian khusus





Pengalaman
a. Lama melakukan audit



b. Jumlah klien yang sudah diaudit


c. Jenis perusahaan yang sudah diaudit
Independensi
Lama hubungan dengan
Lama mengaudit klien


klien







Tekanan dari klien
a. Besar fee audit yang akan
diberikan oleh


klien



b. Pemberian sanksi dan ancaman pergantian


auditor oleh klien



c. Fasilitas dari klien






Telaah dari rekan auditor
a. Manfaat telaah dari rekan
auditor


b. Konsekuensi terhadap auditor  yang buruk




Jasa Non Audit
a. Pemberian jasa audit & non  audit kepada


klien yang sama



b. Pemberian jasa lain dapat meningkatkan


informasi laporan keuangan
Kualitas Audit

a. Melaporkan semua kesalahan klien


b. Pemahaman terhadap SIA klien


c. Komitmen dalam menyelesaikan audit


d. Berpedoman pada prinsip akuntansi dan


prinsip audit



e. Tidak percaya begitu saja pada pernyataan


klien



f.  Sikap hati-hati dalam pengambilan


keputusan



Adapun metode perskalaannya yaitu dengan cara penunjukan angka atau simbol terhadap kategori jawaban dalam instrumen penelitian (Supramono, 2000:59). Metode persekalaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert 5 poin untuk setiap pernyataan yang diajukan kepada responden.

Tabel 2

Penilaian Skor Pernyataan

Jenis Pernyataan
Jenis Jawaban
Skor
Positif
Sangat Tidak Sesuai (STS)
1

Tidak Sesuai (TS)
2

Ragu-Ragu (R)
3

Sesuai (S)
4

Sangat Tidak Sesuai (STS)
5
Negatif
Sangat Tidak Sesuai (STS)
5

Tidak Sesuai (TS)
4

Ragu-Ragu (R)
3

Sesuai (S)
2

Sangat Tidak Sesuai (STS)
1

Bentuk pernyataan terbagi atas pernyataan positif dan negatif. Tabel berikut ini menyajikan nomor dari setiap jenis pernyataan yang terdapat dalam instrumen penelitian.
Tabel 3

Nomor dari Setiap Pernyataan

Variabel
Sub Variabel
Jenis Pernyataan
Nomor
Penelitian
Penelitian

Pernyataan





Pengetahuan
Positif
1,2,3,4,5,6
Kompetensi


Negatif
-

Pengalaman
Positif
7,8,9



Negatif
10

Lama
hubungan
Positif
1,2

dengan klien
Negatif
3

Tekanan dari klien
Positif
-



Negatif
4,5,6,7,8,9
Independensi
Telaah
dari  rekan
Positif
-

auditor

Negatif
10,11

Jasa Non Audit
Positif
12,13



Negatif
14
Kualitas Audit


Positif
2.3.4.5.6



Negatif
1

Populasi dan Sampling
Menurut Sugiyono (2004:90) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Disebutkan juga oleh Sugiarto dkk. (2003) bahwa “populasi berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dibedakan menjadi populasi sasaran (target population) dan populasi sampel (sampling population).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Validitas
Uji Validitas Variabel Kompetensi (X1)
Berdasarkan pertanyaan yang merupakan variabel X1 setelah melalui proses pengolahan uji validitas dengan menggunakan korelasi pearson yang dinyatakan valid karena nilai korelasi yang dihasilkan pada korelasi diatas 0,3 (Azwar, 2000), ternyata hanya variabel K9 dan K10 yang tidak valid.

Tabel 4
Hasil Uji Validitas Variabel X1

Korelasi
Hasil
Kuesioner X1
Pearson
Validitas
VARK1
0,390
Valid
VARK2
0,760
Valid
VARK3
0,568
Valid
VARK4
0,530
Valid
VARK5
0,726
Valid
VARK6
0,496
Valid
VARK7
0,398
Valid
VARK8
0,347
Valid
VARK9
0,219
Tidak valid
VARK10
0,209
Tidak valid


Uji Validitas Variabel Independensi (X2)
Semua pertanyaan yang merupakan variabel X2 setelah melalui proses pengolahan uji validitas dengan menggunakan korelasi pearson dinyatakan variabel I3, I4, I5, I6, I7, I9, dan I10 yang valid, karena nilai korelasi yang dihasilkan pada korelasi diatas 0,3 (Azwar, 2000).
Tabel 5
Hasil Uji Validitas Variabel X2

Korelasi
Hasil
Kuesioner X2
Pearson
Validitas
VARI1
0,008
TidakValid
VARI2
0,295
TidakValid
VARI3
0,587
Valid
VARI4
0,567
Valid
VARI5
0,435
Valid
VARI6
0,625
Valid
VARI7
0,652
Valid
VARI8
0,254
TidakValid
VARI9
0,353
Valid
VARI10
0,535
Valid
VARI11
0,201
TidakValid
VARI12
0,017
TidakValid
VARI13
0,258
TidakValid
VARI14
0,275
TidakValid

Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Audit (Y)
Semua pertanyaan yang merupakan variabel Y setelah melalui proses pengolahan uji validitas dengan menggunakan korelasi pearson dinyatakan valid seluruh kuesioner, karena nilai korelasi yang dihasilkan pada korelasi di atas 0,3 (Azwar, 2000).
Tabel 6
Hasil Uji Validitas Variabel Y

Kuesioner Y
Korelasi Pearson
Hasil Uji Validitas



VARKA1
0,558
Valid



VARKA2
0,760
Valid



VARKA3
0,654
Valid



VARKA4
0,790
Valid



VARKA5
0,676
Valid



VARKA6
0,683
Valid





Hasil Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas Variabel Kompetensi (X1) dan Independensi (X2)
Semua variabel pertanyaan dari subvariabel X1, X2, X3, dan X4 sudah memenuhi hasil uji reliabilitas dengan nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Nunnally, 1969 dalam Ghozali, 2007).
1.          Hasil Uji Reliabilitas Variabel X1 dengan nilai cronbach alpha 0.745.
2.          Hasil Uji Reliabilitas Variabel X2 dengan nilai cronbach alpha 0.810.
Uji Reliabilitas Variabel Kualitas Audit (Y)
Semua variabel pertanyaan dari variabel Y sudah memenuhi hasil uji reliabilitas dengan nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Nunnally, 1969 dalam Ghozali, 2007). Hasil Uji Reliabilitas variabel Y dengan nilai cronbach alpha 0.737.

Uji Hipotesis
Hasil Pengujian Hipotesis Pertama
Berdasarkan tabel 7 di bawah ini menunjukkan nilai sig. 0,048 (lebih kecil dari α=0,05), artinya kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit pada α = 0,05 (tingkat kesalahan 5%).
Tabel 7
Coefficientsa



Unstandardized
Standardized




Coeff icients
Coeff icients


Model

B
Std. Error
Beta
t
Sig.
1
(Constant)
2,163
,743

2,911
,007

RATAK
,322
,155
,354
2,071
,048

RATAI
,169
,104
,276
1,615
,118
                                                                                                               

a. Dependent Variable: RATAKA












Hasil Pengujian Hipotesis Kedua





Berdasarkan
tabel
7  di  atas
menunjukkan  nilai
sig.  0,118  (lebih
besar
dari
α  =  0,05),
artinya
independensi
tidak  berpengaruh
terhadap  kualitas
audit
pada









α = 0,05 (tingkat kesalahan 5%).

Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa nilai sig. 0,037 (lebih kecil dari α= 0,05), artinya kompetensi dan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit pada α= 0,05 (tingkatkesalahan 5%). Besarnya pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dapat dilihat pada nilai adjusted R square sebesar 15,8% yang disajikan pada tabel 8.

Tabel 8
Model Summary




Adjusted
Std.  Error of
Model
R
R Square
R Square
the Estimate
1
,465a
,216
,158
,33666


a. Predictors:  (Constant), RATAI, RATAK
Tabel 9
ANOVAb



Sum of





Model

Squares
df
Mean Square
F
Sig.

1
Regression
,845
2
,422
3,727
,037a

Residual
3,060
27
,113




Total
3,905
29





a. Predictors: (Constant), RATAI, RATAK b. Dependent Variable: RATAKA
Pembahasan

Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit
Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit dilihat nilai sig. 0,048 (lebih kecil dari α = 0,05). Hal ini berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua subvariabel yaitu pengalaman dan pengetahuan. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki (Alim, 2007:16).
Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas Audit
Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, dapat dilihat dari nilai sig. 0,118 (lebih besar dari α = 0,05). Hasil pengujian ini tidak sejalan dengan pendapat De Angelo bahwa kemungkinan di mana auditor akan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Di sisi lain, hasil penelitian ini sejalan dengan Samelson et al. (2006) yang menyimpulkan bahwa independensi tidak mempunyai hubungan dengan kualitas audit.
Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit
Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa kompetensi dan independensi mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit, dapat dilihat dari nilai sig. 0,037 (lebih kecil dari α= 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan Elfarini (2007) dan Justinia (2008) bahwa kompetensi dan independensi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1.      Kompetensi Auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini terlihat dari hasil uji regresi yang menunjukkan nilai signifikansi 0,048 < 0,05.
2.      Independensi Auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini terlihat dari hasil uji regresi yang menunjukkan nilai signifikansi 0,118 > 0,05.
3.      Kompetensi dan Independensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini
terlihat
dari
hasil   uji   regresi   yang   menunjukkan   nilai   signifikansi
0,037 <
0,05.


Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut:
1.      Hasil penelitian hanya mencerminkan mengenai kondisi auditor di Jakarta Pusat. Jumlah sampel untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan, seperti Kantor Akuntan Publik yang berada di seluruh Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
2.      Variabel lain dapat ditambahkan untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas audit, selain variabel kompetensi dan independensi.
3.      Peneliti tidak membedakan auditor sebagai responden berdasarkan posisi mereka di KAP (yunior, senior dan supervisor) sehingga tidak diketahui secara pasti tingkat kompetensi dan independensi dimiliki. Peneliti selanjutnya dapat membedakan auditor sebagai responden berdasarkan posisi mereka.
4.      Dalam penelitian ini independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan sub variabel dari independensi yang tidak digunakan dalam penelitian ini.
5.      Dalam penelitian ini tidak adanya homogenitas dalam ukuran KAP. Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menerapkan homogenitas dalam ukuran KAP.

Daftar Pustaka

Alim, M.N.; Hapsari, T.; dan Purwanti, L. Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar, 26-28 Juli 2007.

Arens et al. 2008. Auditing and Assurances Services - An Integrated Approach. Edisi Keduabelas. Prentice Hall.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Batubara, Rizal Iskandar. 2008. Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan,
                     
Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Tesis. Universitas Sumatera Utara Medan.

Christiawan, Yulius Jogi. 2003. Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.4 No. 2 (Nov) hal. 79-92.

Cooper, Donald R. dan William Emory. 1997. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Kelima, Jilid 1. Penerjemah Ellen Gunawan dan Imam Nurmawan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Yulianti. 2008. Pengaruh Kualitas Jasa Audit terhadap Kepuasan Klien Kantor Akuntan Publik pada Perusahaan Swasta di Jawa. Tesis. Universitas Diponegoro: Semarang.


Sumber :
majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-akuntansi/article/.../946/pdf
Lauw Tjun Tjun
Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi-Univ.Kristen Maranatha

(Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung)

Elyzabet Indrawati Marpaung
Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi-Univ.Kristen Maranatha
(Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung)

Santy Setiawan
Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi-Univ.Kristen Maranatha

(Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung)