NUR HIKMAH
25211309
4EB19
Pengaruh Kompetensi dan Independensi
Auditor Terhadap Kualitas Audit
NUR HIKMAH
Abstrak
Akuntan
publik memiliki kewajiban menjaga kualitas audit yang dihasilkannya, kualitas
audit ditentukan dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Auditor membutuhkan keduanya kompetensi dan independensi untuk
meningkatkan relevansi laporan keuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh kompetensi dan independensi pada kualitas audit. Subyek penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) di
Jakarta Pusat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh
terhadap kualitas audit dan independensi tidak berpengaruh pada kualitas audit secara
parsial. Namun, kompetensi dan independensi
berpengaruh terhadap kualitas audit secara bersamaan.
Kata
Kunci : Kompetensi, Independensi,
dan Kualitas Audit
PENDAHULUAN
Laporan
keuangan menyediakan berbagai informasi keuangan yang bersifat kuantitatif dan
diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun
pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, ada dua karakteristik terpenting yang
harus ada dalam laporan keuangan yakni relevan (relevance) dan dapat
diandalkan (reliable). Kedua karakteristik tersebut sangatlah sulit
untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga
yaitu auditor independen untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut
memang relevan dan dapat diandalkan serta dapat meningkatkan kepercayaan semua
pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Singgih dan Bawono,
2010). Auditor independen juga sering disebut sebagai akuntan publik.
Profesi
akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Guna menunjang
profesionalismenya sebagai akuntan publik maka dalam melaksanakan tugas
auditnya, auditor harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yakni standar umum, standar pekerjaan
lapangan, dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan
kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan
auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam
melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang
dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun
suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan
(Elfarini, 2007).
Namun
selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang
mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik
dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur
tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional,
kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor
dalam menjalankan profesinya (Elfarini, 2007).
Akuntan
publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien
memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan
klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari
manajemen (agen) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya.
Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata
pihak eksternal perusahaan terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi
lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor melaporkan dengan
sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian
di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan
pemakai laporan keuangan (Elfarini, 2007).
Kepercayaan
yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang
diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik
memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari
masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin
besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik. Seperti
kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi
melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT Great River
Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account
penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan
Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas
dan gagal dalam membayar utang. Sehingga berdasarkan investigasi tersebut
BAPEPAM menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great
River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung
sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus
Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River tahun 2003 (Elfarini, 2007).
Sampai
saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Hal ini
disebabkan tidak adanya pemahaman umum mengenai faktor penyusunan kualitas
audit dan sering terjadi konflik peran antara berbagai pengguna laporan audit.
Pengukuran kualitas audit membutuhkan kombinasi antara ukuran hasil dan proses.
Pengukuran hasil lebih banyak digunakan karena pengukuran proses tidak dapat
diobservasi secara langsung sedangkan pengukuran hasil biasanya menggunakan
ukuran besarnya Kantor Akuntan Publik (Yulianti, 2008).
Berdasarkan
uraian diatas, maka peneliti merencanakan mengadakan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Kompetensi dan Independensi
Auditor terhadap Kualitas
Audit”.
KERANGKA
TEORITIS
Kompetensi
Standar
umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2001) menyebutkan bahwa audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230
dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan
cermat dan seksama (due professional care).
Auditor
harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus
kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna
mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu (Arens dkk.,
2008:5). Lee dan Stone (1995) dalam Elfarini (2007), mendefinisikan kompetensi
sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk
melakukan audit secara objektif.
Adapun
kompetensi menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2002) dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual, audit tim dan
Kantor Akuntan Publik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih
mendetail berikut ini :
a. Kompetensi
Auditor Individual
Ada
banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan
pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan
pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan,
akuntansi dan industri klien. Selain itu diperlukan juga pengalaman dalam
melakukan audit. Seperti yang dikemukakan oleh Libby dan Frederick (1990) bahwa
auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan
keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik.
b. Kompetensi
Audit Tim
Standar
pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan
asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu
tim audit biasanya terdiri dari auditor yunior, auditor senior, manajer dan
partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas
audit (Wooten, 2003). Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesionalime,
persistensi, skeptisisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan
klien, dan pengalaman industri yang baik akan menghasilkan tim audit yang
berkualitas tinggi. Selain itu, adanya perhatian dari partner dan manajer pada
penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit.
c. Kompetensi
dari Sudut Pandang KAP
Besaran
KAP menurut Deis & Giroux (1992) diukur dari jumlah klien dan prosentase
dari audit fee dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah
pada KAP yang lain. Berbagai penelitian (misal De Angelo 1981, Davidson dan Neu
1993, Dye 1993, Becker et.al. 1998, Lennox 1999) menemukan hubungan positif
antara besaran KAP dan kualitas audit. KAP yang besar menghasilkan kualitas
audit yang lebih tinggi karena ada insentif untuk menjaga reputasi dipasar.
Selain itu, KAP yang besar sudah mempunyai jaringan klien yang luas dan banyak
sehingga mereka tidak tergantung atau tidak takut kehilangan klien (De
Angelo,1981). Selain itu KAP yang besar biasanya mempunyai sumber daya yang
lebih banyak dan lebih baik untuk melatih auditor mereka, membiayai auditor ke
berbagai pendidikan profesi berkelanjutan, dan melakukan pengujian audit
daripada KAP kecil.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas maka kompetensi dapat dilihat melalui berbagai sudut
pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan kompetensi dari sudut
auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang melakukan
audit secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga
diperlukan kompetensi yang baik untuk menghasilkan audit yang berkualitas. Dan
berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh De Angelo (1981), kompetensi
diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman.
Pengetahuan
Widhi
(2006) dalam Elfarini (2007) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Adapun SPAP 2001 tentang standar umum,
menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan
struktur pengetahuan yang cukup.
Pengetahuan
diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian
auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang
yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih
mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang
semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987 dalam Harhinto, 2004:35).
Pengalaman
Audit
menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak
hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang
mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Tubbs (1992) dalam
Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal:
1) Mendeteksi kesalahan
2) Memahami kesalahan
secara akurat
3) Mencari penyebab
kesalahan.
Murphy
dan Wrigth (1984) dalam Sularso dan Naim (1999) memberikan bukti empiris bahwa
seseorang yang berpengalaman dalam suatu bidang subtantif memiliki lebih banyak
hal yang tersimpan dalam ingatannya. Weber dan Croker (1983) dalam artikel yang
sama juga menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman seseorang, maka hasil
pekerjaannya semakin akurat dan lebih banyak mempunyai memori tentang struktur
kategori yang rumit.
Independensi
Independensi
menurut Arens dkk. (2008:111) dapat diartikan mengambil sudut pandang yang
tidak bias. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus
independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact)
ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias
sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independent in
appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini.
Independensi
menurut Mulyadi (2002:26-27) dapat diartikan sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.
Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Dalam
kenyataannya auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap
mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen
auditor adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2002:27) :
1. Sebagai
seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh
kliennya atas jasanya tersebut.
2. Sebagai
penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan
keinginan kliennya.
3. Mempertahankan
sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien.
Lama Hubungan Dengan Klien (Audit
Tenure)
Di
Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien
sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 tentang jasa
akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling
lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik (KAP)
boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu
dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi
(Elfarini, 2007).
Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan hasil yang bertentangan mengenai lamanya hubungan dengan klien.
Penelitian yang dilakukan oleh Gosh dan Moon (2003) dalam Elfarini (2007)
menghasilkan temuan bahwa kualitas audit meningkat dengan semakin lamanya audit
tenure. Temuan ini menarik karena ternyata mendukung pendapat yang
menyatakan bahwa pertimbangan audit antara auditor dengan klien berkurang.
Terkait dengan lama waktu masa kerja, Deis dan Giroux (1992) dalam Elfarini
(2007) menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin
menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk
menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan prosedur audit
yang kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen.
Tekanan dari klien
Dalam
menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan
manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi perusahaan atau
kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba yang lebih tinggi
dengan maksud untuk menciptakan penghargaan. Untuk mencapai tujuan tersebut
tidak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auditor sehingga
laporan keuangan auditan yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan klien
(Media akuntansi, 1997). Pada situasi ini, auditor mengalami dilema. Pada satu
sisi, jika auditor mengikuti keinginan klien maka ia melanggar standar profesi.
Tetapi jika auditor tidak mengikuti klien maka klien dapat menghentikan
penugasan atau mengganti KAP auditornya.
Goldman
dan Barlev (1974) dalam Harhinto ( 2004:34) berpendapat bahwa usaha untuk
mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar standar profesi
kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan yang tidak
seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah mengganti
auditor KAP jika auditor tersebut tidak bersedia memenuhi keinginannya.
Sementara auditor membutuhkan fee untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga
akan lebih mudah dan murah bagi klien untuk mengganti auditornya dibandingkan
bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee tambahan atau alternatif
sumber fee lain.
Telaah dari rekan auditor (Peer
Review)
Tuntutan
pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut
tranparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan Publik.
Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai
dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap
klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan (Elfarini, 2007).
Peer
review adalah review oleh akuntan public (rekan)
namun secara praktik di Indonesia Peer Review dilakukan oleh
badan otoritas yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pada
tahun-tahun terakhir, yang mereview bukan lagi BPKP namun Departemen
Keuangan yang memberikan ijin praktek dan Badan Review Mutu dari profesi
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Tujuan
peer review adalah untuk menentukan dan melaporkan apakah KAP yang
direview itu telah mengembangkan kebijakan dan prosedur yang memadai bagi
kelima unsur pengendalian mutu, dan mengikuti kebijakan serta prosedur itu
dalam praktik. Review diadakan setiap 3 tahun, dan biasanya dilakukan
oleh KAP yang dipilih oleh kantor yang direview.
Jasa Non Audit
Jasa
yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan juga jasa non
atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa
akuntansi seperti jasa penyusunan laporan keuangan (Kusharyanti, 2002:29).
Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi
auditor terhadap kliennya dipertanyakan yang nantinya akan mempengaruhi
kualitas audit (Elfarini, 2007).
Pemberian
jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen
klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keungan klien ditemukan
kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. Kemudian
auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang
tidak baik bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas audit dari
auditor tersebut (Elfarini, 2007).
Kualitas Audit
Akuntan
publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang
prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002:47) dalam Elfarini (2007) ada 8
prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu :
1. Tanggung jawab profesi
Setiap anggota harus
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2. Kepentingan
publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
3. Integritas
Setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan intregitas setinggi
mungkin.
4. Objektivitas
Setiap
anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi
dan kehati-hatian profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan
ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional.
6. Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan.
7. Perilaku
Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar
Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan.
Selain
itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal
ini adalah standar auditing.
METODE PENELITIAN
Menurut
Arikunto (2000;29), obyek penelitian adalah variabel penelitian, yaitu
sesuatu yang merupakan inti dari problematika penelitian. Sedangkan untuk
benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang
dipermasalahkan disebut subjek penelitian. Dengan mengacu pada definisi
tersebut, maka yang menjadi obyek didalam penelitian ini adalah Pengaruh
Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengaruh kompetensi dan independensi
auditor terhadap kualitas audit. Untuk meneliti obyek tersebut diadakan
penelitian terhadap auditor untuk dijadikan sampel penelitian.
Adapun
yang menjadi subyek penelitian adalah seluruh auditor KAP yang berada di
wilayah Jakarta Pusat dengan asumsi setiap KAP memiliki kurang lebih 5 orang
auditor. Kuesioner yang kembali adalah sebanyak 32 kuesioner. Daftar KAP yang
berada di wilayah Jakarta Pusat.
Operasionalisasi Variabel
Variabel
penelitian yang telah diuraikan dalam bahasan sub bab sebelumnya, selanjutnya
dapat diuraikan variabel-variabel, sub-sub variabel, dimensi-dimensi variabel,
dan indikator-indikator variabel yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan berdasarkan teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya,
yang diuraikan pada Tabel 1.
Tabel
1
Variabel, Sub Variabel, dan Dimensi
Penelitian
Variabel
|
Sub Variabel
|
|
|
|
|
Indikator
|
Kompetensi
|
Pengetahuan
|
a.
Pengetahuan prinsip akuntansi dan standar audit
|
|
|
|
|
|
|
b.
Pengetahuan jenis industri klien
|
|
|
c.
Pengetahuan kondisi perusahaan klien
|
|
|
d.
Pendidikan formal yang sudah ditempuh
|
|
|
e.
Pelatihan dan keahlian khusus
|
|
|
|
|
|
Pengalaman
|
a.
Lama melakukan audit
|
|
|
|
b.
Jumlah klien yang sudah diaudit
|
|
|
c.
Jenis perusahaan yang sudah diaudit
|
Independensi
|
Lama
hubungan dengan
|
Lama
mengaudit klien
|
|
|
klien
|
|
|
|
|
|
|
|
Tekanan
dari klien
|
a.
Besar fee audit yang akan
|
diberikan
oleh
|
|
|
klien
|
|
|
|
b.
Pemberian sanksi dan ancaman pergantian
|
|
|
auditor
oleh klien
|
|
|
|
c.
Fasilitas dari klien
|
|
|
|
|
|
|
Telaah
dari rekan auditor
|
a.
Manfaat telaah dari rekan
|
auditor
|
|
|
b.
Konsekuensi terhadap auditor yang
buruk
|
|
|
|
|
Jasa
Non Audit
|
a.
Pemberian jasa audit & non audit
kepada
|
|
|
klien
yang sama
|
|
|
|
b.
Pemberian jasa lain dapat meningkatkan
|
|
|
informasi
laporan keuangan
|
Kualitas Audit
|
|
a.
Melaporkan semua kesalahan klien
|
|
|
b.
Pemahaman terhadap SIA klien
|
|
|
c.
Komitmen dalam menyelesaikan audit
|
|
|
d.
Berpedoman pada prinsip akuntansi dan
|
|
|
prinsip
audit
|
|
|
|
e.
Tidak percaya begitu saja pada pernyataan
|
|
|
klien
|
|
|
|
f. Sikap hati-hati dalam pengambilan
|
|
|
keputusan
|
|
Adapun metode perskalaannya yaitu dengan cara
penunjukan angka atau simbol terhadap kategori jawaban dalam instrumen
penelitian (Supramono, 2000:59). Metode persekalaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala likert 5 poin untuk setiap pernyataan yang
diajukan kepada responden.
Tabel 2
Penilaian Skor
Pernyataan
Jenis
Pernyataan
|
Jenis
Jawaban
|
Skor
|
Positif
|
Sangat Tidak Sesuai (STS)
|
1
|
|
Tidak
Sesuai (TS)
|
2
|
|
Ragu-Ragu (R)
|
3
|
|
Sesuai
(S)
|
4
|
|
Sangat Tidak Sesuai (STS)
|
5
|
Negatif
|
Sangat Tidak Sesuai (STS)
|
5
|
|
Tidak
Sesuai (TS)
|
4
|
|
Ragu-Ragu (R)
|
3
|
|
Sesuai
(S)
|
2
|
|
Sangat Tidak Sesuai (STS)
|
1
|
Bentuk pernyataan terbagi atas pernyataan positif
dan negatif. Tabel berikut ini menyajikan nomor dari setiap jenis pernyataan
yang terdapat dalam instrumen penelitian.
Tabel 3
Nomor dari Setiap
Pernyataan
Variabel
|
Sub Variabel
|
Jenis
Pernyataan
|
Nomor
|
Penelitian
|
Penelitian
|
|
Pernyataan
|
|
|
|
|
|
Pengetahuan
|
Positif
|
1,2,3,4,5,6
|
Kompetensi
|
|
|
Negatif
|
-
|
|
Pengalaman
|
Positif
|
7,8,9
|
|
|
|
Negatif
|
10
|
|
Lama
|
hubungan
|
Positif
|
1,2
|
|
dengan klien
|
Negatif
|
3
|
|
Tekanan dari klien
|
Positif
|
-
|
|
|
|
Negatif
|
4,5,6,7,8,9
|
Independensi
|
Telaah
|
dari rekan
|
Positif
|
-
|
|
auditor
|
|
Negatif
|
10,11
|
|
Jasa Non Audit
|
Positif
|
12,13
|
|
|
|
Negatif
|
14
|
Kualitas Audit
|
|
|
Positif
|
2.3.4.5.6
|
|
|
|
Negatif
|
1
|
Populasi dan Sampling
Menurut Sugiyono (2004:90) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Disebutkan juga oleh Sugiarto dkk. (2003) bahwa
“populasi berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin
diteliti. Populasi dibedakan menjadi populasi sasaran (target population)
dan populasi sampel (sampling population).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Validitas
Uji Validitas Variabel Kompetensi (X1)
Berdasarkan
pertanyaan yang merupakan variabel X1 setelah melalui proses
pengolahan uji validitas dengan menggunakan korelasi pearson yang dinyatakan
valid karena nilai korelasi yang dihasilkan pada korelasi diatas 0,3 (Azwar,
2000), ternyata hanya variabel K9 dan K10 yang tidak valid.
Tabel 4
Hasil Uji Validitas
Variabel X1
|
Korelasi
|
Hasil
|
Kuesioner X1
|
Pearson
|
Validitas
|
VARK1
|
0,390
|
Valid
|
VARK2
|
0,760
|
Valid
|
VARK3
|
0,568
|
Valid
|
VARK4
|
0,530
|
Valid
|
VARK5
|
0,726
|
Valid
|
VARK6
|
0,496
|
Valid
|
VARK7
|
0,398
|
Valid
|
VARK8
|
0,347
|
Valid
|
VARK9
|
0,219
|
Tidak valid
|
VARK10
|
0,209
|
Tidak valid
|
Uji Validitas Variabel Independensi (X2)
Semua
pertanyaan yang merupakan variabel X2 setelah melalui proses
pengolahan uji validitas dengan menggunakan korelasi pearson dinyatakan
variabel I3, I4, I5, I6, I7, I9, dan I10 yang valid, karena nilai korelasi yang
dihasilkan pada korelasi diatas 0,3 (Azwar, 2000).
Tabel 5
Hasil Uji
Validitas Variabel X2
|
Korelasi
|
Hasil
|
Kuesioner X2
|
Pearson
|
Validitas
|
VARI1
|
0,008
|
TidakValid
|
VARI2
|
0,295
|
TidakValid
|
VARI3
|
0,587
|
Valid
|
VARI4
|
0,567
|
Valid
|
VARI5
|
0,435
|
Valid
|
VARI6
|
0,625
|
Valid
|
VARI7
|
0,652
|
Valid
|
VARI8
|
0,254
|
TidakValid
|
VARI9
|
0,353
|
Valid
|
VARI10
|
0,535
|
Valid
|
VARI11
|
0,201
|
TidakValid
|
VARI12
|
0,017
|
TidakValid
|
VARI13
|
0,258
|
TidakValid
|
VARI14
|
0,275
|
TidakValid
|
Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas
Audit (Y)
Semua
pertanyaan yang merupakan variabel Y setelah melalui proses pengolahan uji
validitas dengan menggunakan korelasi pearson dinyatakan valid seluruh
kuesioner, karena nilai korelasi yang dihasilkan pada korelasi di atas 0,3
(Azwar, 2000).
Tabel 6
Hasil Uji Validitas Variabel Y
Kuesioner
Y
|
Korelasi Pearson
|
Hasil
Uji Validitas
|
|
|
|
VARKA1
|
0,558
|
Valid
|
|
|
|
VARKA2
|
0,760
|
Valid
|
|
|
|
VARKA3
|
0,654
|
Valid
|
|
|
|
VARKA4
|
0,790
|
Valid
|
|
|
|
VARKA5
|
0,676
|
Valid
|
|
|
|
VARKA6
|
0,683
|
Valid
|
|
|
|
Hasil Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas Variabel Kompetensi (X1)
dan Independensi (X2)
Semua
variabel pertanyaan dari subvariabel X1, X2, X3,
dan X4 sudah memenuhi hasil uji reliabilitas dengan nilai cronbach
alpha lebih besar dari 0,6 (Nunnally, 1969 dalam Ghozali, 2007).
1.
Hasil Uji Reliabilitas Variabel X1
dengan nilai cronbach alpha 0.745.
2.
Hasil Uji Reliabilitas Variabel X2
dengan nilai cronbach alpha 0.810.
Uji Reliabilitas Variabel Kualitas Audit
(Y)
Semua
variabel pertanyaan dari variabel Y sudah memenuhi hasil uji reliabilitas
dengan nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Nunnally, 1969 dalam
Ghozali, 2007). Hasil Uji Reliabilitas variabel Y dengan nilai cronbach
alpha 0.737.
Uji Hipotesis
Hasil Pengujian Hipotesis Pertama
Berdasarkan
tabel 7 di bawah ini menunjukkan nilai sig. 0,048 (lebih kecil dari α=0,05),
artinya kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit pada α = 0,05
(tingkat kesalahan 5%).
Tabel 7
Coefficientsa
|
|
Unstandardized
|
Standardized
|
|
|
|
|
Coeff
icients
|
Coeff
icients
|
|
|
Model
|
|
B
|
Std.
Error
|
Beta
|
t
|
Sig.
|
1
|
(Constant)
|
2,163
|
,743
|
|
2,911
|
,007
|
|
RATAK
|
,322
|
,155
|
,354
|
2,071
|
,048
|
|
RATAI
|
,169
|
,104
|
,276
|
1,615
|
,118
|
|
a. Dependent
Variable: RATAKA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hasil
Pengujian Hipotesis Kedua
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan
|
tabel
|
7 di
atas
|
menunjukkan nilai
|
sig. 0,118
(lebih
|
besar
|
dari
|
α =
0,05),
|
artinya
|
independensi
|
tidak berpengaruh
|
terhadap kualitas
|
audit
|
pada
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
α = 0,05 (tingkat
kesalahan 5%).
Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga
Berdasarkan
tabel 9 menunjukkan bahwa nilai sig. 0,037 (lebih kecil dari α= 0,05),
artinya kompetensi dan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit pada
α= 0,05 (tingkatkesalahan 5%). Besarnya pengaruh kompetensi dan
independensi terhadap kualitas audit dapat dilihat pada nilai adjusted R
square sebesar 15,8% yang disajikan pada tabel 8.
Tabel 8
Model Summary
|
|
|
Adjusted
|
Std.
Error of
|
Model
|
R
|
R Square
|
R Square
|
the Estimate
|
1
|
,465a
|
,216
|
,158
|
,33666
|
|
a. Predictors: (Constant), RATAI, RATAK
Tabel 9
ANOVAb
|
|
Sum of
|
|
|
|
|
|
Model
|
|
Squares
|
df
|
Mean
Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
,845
|
2
|
,422
|
3,727
|
,037a
|
|
Residual
|
3,060
|
27
|
,113
|
|
|
|
|
Total
|
3,905
|
29
|
|
|
|
|
a.
Predictors: (Constant), RATAI, RATAK b. Dependent Variable: RATAKA
Pembahasan
Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas
Audit
Hasil
pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap
kualitas audit dilihat nilai sig. 0,048 (lebih kecil dari α =
0,05). Hal ini berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki
kompetensi yang baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua subvariabel yaitu
pengalaman dan pengetahuan. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas
audit memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar
penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan
yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang
dimiliki (Alim, 2007:16).
Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas
Audit
Hasil
pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh
terhadap kualitas audit, dapat dilihat dari nilai sig. 0,118 (lebih besar dari α
= 0,05). Hasil pengujian ini tidak sejalan dengan pendapat De Angelo bahwa
kemungkinan di mana auditor akan melaporkan salah saji tergantung pada
independensi auditor. Di sisi lain, hasil penelitian ini sejalan dengan
Samelson et al. (2006) yang menyimpulkan bahwa independensi tidak mempunyai
hubungan dengan kualitas audit.
Pengaruh Kompetensi dan Independensi
Terhadap Kualitas Audit
Hasil
pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa kompetensi dan independensi mempunyai
pengaruh terhadap kualitas audit, dapat dilihat dari nilai sig. 0,037 (lebih
kecil dari α= 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan Elfarini (2007)
dan Justinia (2008) bahwa kompetensi dan independensi secara simultan
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,
diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Kompetensi
Auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini terlihat
dari hasil uji regresi yang menunjukkan nilai signifikansi 0,048 < 0,05.
2. Independensi
Auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini terlihat dari
hasil uji regresi yang menunjukkan nilai signifikansi 0,118 > 0,05.
3. Kompetensi dan Independensi
Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini
terlihat
|
dari
|
hasil uji
regresi yang menunjukkan nilai
signifikansi
|
0,037 <
|
0,05.
|
|
Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah
sebagai berikut:
1. Hasil
penelitian hanya mencerminkan mengenai kondisi auditor di Jakarta Pusat. Jumlah
sampel untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan, seperti Kantor Akuntan
Publik yang berada di seluruh Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
2. Variabel
lain dapat ditambahkan untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas audit,
selain variabel kompetensi dan independensi.
3. Peneliti
tidak membedakan auditor sebagai responden berdasarkan posisi mereka di KAP
(yunior, senior dan supervisor) sehingga tidak diketahui secara pasti tingkat
kompetensi dan independensi dimiliki. Peneliti selanjutnya dapat membedakan
auditor sebagai responden berdasarkan posisi mereka.
4. Dalam
penelitian ini independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Peneliti
selanjutnya dapat menggunakan sub variabel dari independensi yang tidak
digunakan dalam penelitian ini.
5. Dalam
penelitian ini tidak adanya homogenitas dalam ukuran KAP. Penelitian
selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menerapkan homogenitas dalam
ukuran KAP.
Daftar
Pustaka
Alim, M.N.; Hapsari, T.;
dan Purwanti, L. Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit
dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi
X. Unhas Makassar, 26-28 Juli 2007.
Arens et al.
2008. Auditing and Assurances Services - An Integrated Approach. Edisi
Keduabelas. Prentice Hall.
Arikunto, Suharsimi.
2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar,
Saifuddin. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Batubara, Rizal Iskandar. 2008. Analisis Pengaruh Latar Belakang
Pendidikan,
Kecakapan
Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap
Kualitas Hasil Pemeriksaan. Tesis. Universitas Sumatera Utara Medan.
Christiawan, Yulius
Jogi. 2003. Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik: Refleksi Hasil
Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.4 No. 2 (Nov)
hal. 79-92.
Cooper, Donald R. dan William Emory.
1997. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Kelima, Jilid 1. Penerjemah Ellen
Gunawan dan Imam Nurmawan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Yulianti. 2008. Pengaruh
Kualitas Jasa Audit terhadap Kepuasan Klien Kantor Akuntan Publik pada
Perusahaan Swasta di Jawa. Tesis. Universitas Diponegoro: Semarang.
Sumber :
majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-akuntansi/article/.../946/pdf
Lauw Tjun Tjun
Dosen Fakultas
Ekonomi Jurusan Akuntansi-Univ.Kristen Maranatha
(Jl. Prof. Drg.
Suria Sumantri No. 65, Bandung)
Elyzabet Indrawati Marpaung
Dosen Fakultas
Ekonomi Jurusan Akuntansi-Univ.Kristen Maranatha
(Jl. Prof. Drg.
Suria Sumantri No. 65, Bandung)
Santy Setiawan
Dosen Fakultas
Ekonomi Jurusan Akuntansi-Univ.Kristen Maranatha
(Jl. Prof. Drg.
Suria Sumantri No. 65, Bandung)